Hari Minggu pertama di Minggu pertama 2011

Pagi ini, hari minggu pertama di minggu pertama tahun 2011.

Sudah berencana bangun jam 6 pagi. Sudah pasang alarm di HP. HP pun sudah diletakkan di samping kepala. Tidak mungkin tidak bangun, pikirku.

Ternyata aku salah. Rencanaku meleset ...

Alarm HP sama sekali tak kuhiraukan. Alarm itu memang berseru pada jam 6 pagi, tapi aku langsung membuatnya terdiam. Sebentar saja. Masih mau baring-baring bentar. 5 menit. Mata ini pun perlahan menutup.

Sayangnya ternyata aku salah. Perkiraanku meleset ...

Tidak ada 5 menit. Mendadak aku terbangun dari mimpi kilat. Segera kulihat jam di HP. 6.50 AM ! Itu berarti hampir 1 jam mata ini tidak sengaja tertutup.

Astaga ! Pasti akan sangat telat ke gereja. Malah jauh pula ...

Sambil terburu-buru sarapan pagi (sempetin sepotong roti untuk ganjel perut lah), minum MILO segelas, langsung mandi kilat, "go-gi" & siap-siap ke gereja. Pelupuk mata ini masih sempat melihat ke jam yang diam di dinding, 7.05 AM ! Astaga..

Sambil berjalan mencari angkutan umum, hati ini terus berbicara, "Pasti telat banget nih, sampe sana harusnya jam 8". "Pasti telat ! Ga mungkin enggak !" Sambil kaki ini melangkah, sambil menyesal sangat karena bangun kesiangan dan pakai acara meremin mata sejenak pula.

Sampe depan jalan raya, wah itu angkot M25 lewat aje di depan mata. "Yaah !" Beda beberapa detik aja padahal. Fiuh, sambil membuang nafas dan mulai menunjukkan tanda-tanda bersungut-sungut. Syukurnya tak beberapa lama kemudian, angkot M25 muncul lagi. Kali ini kosong. "Naik engga yah ? Naik ga, naik ga", hati ini bergumul. Akhirnya kupaksakan kaki ini melangkah naik. Kenapa perlu bergumul seperti itu ? Untuk mereka yang hidup bersama angkot pasti cukup ngerti. Angkot itu sukanya ngetem. Lha wong yang penumpangnya ada aja masih suka ngetem & jalan lambreta, apalagi ini KOSONG ! Bakal hobi ngetem dah. Pikiranku bersuara : "Sudahlah, toh sudah pasti telat ini. Ga mungkin you bisa datang tepat waktu gitu. Mustahil."

Ternyata aku salah. Pengalamanku meleset ...

Angkot ini sama sekali tidak ngetem. Sama sekali tidak ! Sang sopir pun mengendarai mobilnya dengan cukup cepat. Tidak ada lambreta. Ga seperti biasanya. Heran bercampur syukur. "Thanks God, paling ga aku ga telat-telat banget lah ke gereja". Jam menunjukkan pukul 7.15 ketika ia belok memasuki kawasan Green Ville, sebelah KFC. Jalanan menuju gereja memang cukup parah dan rusak di depan-depannya sehingga setiap kendaraan pasti akan berjalan perlahan-lahan. Well, not bad God. Paling ga telatnya bisa berkurang 15 menit lah jadi 7.45..

Ternyata aku salah. Perhitunganku meleset ...

Entah jam berapa aku sampai di gereja (sudah ga sempet lihat jam lagi saking buru-buru). Yang jelas masih sempat ke toilet dulu, sebelum akhirnya bel lonceng gereja berdentang, tanda ibadah baru akan dimulai. Kupikir bakal sulit dapat tempat duduk nih kalau uda tepat pas jam 7.30. But, sekali lagi : "I am wrong. The seats are available"

Puji Tuhan ! Langsung saja aku pilih tempat duduk yang nyaman dan kebetulan tak terlalu ramai.

Ibadah dibuka dengan suatu pujian nan indah. Karya seorang Thomas O. Chisholm (1866-1960) yang digubah dengan begitu megahnya oleh sang komposer William M. Runyan (1870-1957). Pujian yang benar-benar menggambarkan pengalaman hidup sang penyair dan membandingkannya dengan besar kesetiaan Tuhan. Lagu yang begitu indah, begitu hikmat, dimainkan dengan indah melalui permainan tuts-tuts piano yang selaras dengan telinga ini.

Doa-doa ucapan syukur dinaikkan dengan penuh ucapan syukur dan haru. Tidak lupa malu. Malu karena sering sekali meragukan kesetiaan & kebesaran Tuhan. Malu karena terlalu banyak mengeluh. Malu karena sering dan selalu berdosa setiap hari. Katanya cinta Tuhan, katanya mengasihi Tuhan, tapi kok kayak gini ? Bersyukur untuk refleksi diri ketika momen pengakuan dosa tadi.

Sang MC begitu hikmat, begitu meresap dan menyatu dengan ibadah yang dipimpinnya. Membawa setiap kami semakin dalam ke dalam hadiratNya. Dengan kata-kata motivasi, intonasi nada & alur yang baik, jemaat dibawa untuk bersekutu lebih intim pada Sang Kepala Gereja.

Pujian-pujian dilantun dengan indah. Pujian paduan suara pun tidak kalah indahnya. Pesan Kristus dalam perjamuan terakhir tersampaikan melalui komposisi nada dan irama.

Tibalah saat Firman disampaikan. Firman yang begitu menegur. Firman yang mengingatkan & menuntut kita untuk memberi yang terbaik & tahu untuk bersyukur. Tapi tidak sampai disitu saja, Firman yang sama yang membimbing , menguatkan dan menyegarkan.

Bagian perjamuan kudus adalah bagian spesial dari ibadah pagi tadi. Pujian "Pimpin ke Kalvari" mengantarkan setiap jemaat untuk duduk diam, mempersiapkan hati sungguh-sungguh sebelum mengambil bagian dalam perjamuan kudus. Sementara musik dilantunkan, aku jatuh ke dalam perenungan yang cukup dalam. Kalau tidak salah ada 4 bait yang dinyanyikan :

Kumahkotai Raja Hidup,
Mulia Bagi-Mu,
Ingat Mahkota Duri-Mu,
Pimpin Ke Kalvari.

Ia Terbaring Dalam Kubur,
Murid Pun Bersedih,
Malaikat Berjubah Putih,
Jaga Di Samping-Mu.

Maria Di Pagi Hari,
Datang Ke Kubur-Mu,
Namun Kosonglah Kubur-Mu,
Engkau Telah Bangkit

'Ku Rela Segenap Hati,
Memikul Salibku,
T'rima Cawan Beserta-Mu,
Pimpin Ke Kalvari.

Reff
Tak 'Ku Lupa Getsemani,
Tak 'Ku Lupa Sengsara-Mu,
Tak Kulupakan Kasih-Mu,
Pimpin Ke Kalvari.


Pelan-pelan pikiran & hati ini mulai mencerna setiap kata yang terkandung di dalam lirik ini. Di dalam momen untuk perenungan ini, aku kembali berpikir. "Seberapa sering pengorbanan Kristus aku ingat & jadi motivasi untuk berjuang dan setia ?" Jarang, lebih sering ia hadir ketika momen Jumat Agung, Natal atau paling sering di hari Minggu. Sisanya ? Kadang ingat, kadang lupa. Seringkali pula ga tau diri. Pertanyaan kedua pun hadir : "Apakah Ku Rela Segenap Hati, Memikul Salibku ?" Jujur, tidak. Bagaimana dengan T'rima Cawan Beserta-Mu, Pimpin Ke Kalvari ? Boro-boro, lebih baik cawan ini segera berlalu atau kalau bisa ga pernah dapat cawan ini.

Bagian reff dari pujian ini, membuat aku tertunduk lesu, lidah terasa kelu. Sama sekali tak ada suara yang keluar dari tenggorokan ini. Speechless. Yang ada hanya perasaan malu, karena ga pantas menyandang predikat pengikut Kristus, lebih cocok pengikut diri. Tak suka memikul salib. Tak suka meminum cawan. Kalo pun terpaksa, mikul salib yang kecil & cawan yang sedikit aja.

Tak 'Ku Lupa Getsemani ? Tak 'Ku Lupa Sengsara-Mu ?
...

Tak Kulupakan Kasih-Mu ? Bukankah seringkali lebih mudah untuk mengeluh dan bertanya mengapa Tuhan. Bukankah lebih mudah untuk mempertanyakan kasih Tuhan ? Bagian ini pun tidak lulus ...

Pimpin Ke Kalvari ? ...

Semakin merenung, semakin menyadari diri yang rapuh ini. Diri yang masih labil. Diri yang masih sering mengerutu dan sulit mengendalikan emosi diri. Masih senang dibuai hawa nafsu. Masih suka jatuh bangun bersama musuh Tuhan. Bagaimana bisa diri seperti ini berjalan ke Kalvari ? How could ?

Tidak mungkin. Sama sekali tidak mungkin !

Kucoba beranikan diri membuka suara menyanyikan seluruh bait pujian yang megah ini. Di tengah-tengah perasaan berdosa, malu & tak layak, aku tersadar. Pujian ini tidak hanya menegur, tapi juga memberikan pengharapan dan kekuatan. Pengharapan karena Raja Hidup ini telah bangkit. Ada kuasa yang lebih besar dari belenggu dosa & maut. Kuasa yang juga diberikan pada setiap orang yang mau mengikutNya. Kuasa yang sama, yang memampukan pengikut Raja Hidup ini untuk berjalan & melewati jalan salibnya. Ada kekuatan yang ditawarkan disana. Ada Kristus yang juga menerima cawan ini, besertaku. Ada Kristus yang memikul salib ini bersama-sama denganku. Tidak ada jalan salib yang enak. Tidak ada jalan salib yang menggembirakan, yang membuat kita tertawa. Tidak ada jalan salib tanpa pengorbanan *Seperti layaknya Kristus pun demikian kita*.

Kristus tak bersalah ? Ya
Kristus disiksa ? Ya
Kristus mengeluh ? Ya.
Kristus menangis ? Ya
Kristus berteriak kesakitan ? Ya
Kristus menyerah ? Tidak


Ibadah hari ini membuat aku tersadar. Perkiraan, Perhitungan, Pengalaman, Pikiran, Rencana ku
tidak sanggup mendikte Tuhan. Tuhan terlalu besar & maha untuk bisa dibatasi dalam otak manusia yang kurang dari 1500 cc. Kalau Tuhan mau, pasti terjadi.
Pengetahuan tentang iman tidaklah cukup.
Pengalaman tentang iman pun tidaklah cukup.

Benar-benar butuh kasih karunia & anugerah.
Benar-benar butuh iman.
Benar-benar butuh pengharapan
Benar-benar butuh.




Cari Blog Lain

Program Bisnis Internet Gratis